Tantangan UMKM: Solusi yang Ditawarkan Fintech Agar Bisa Naik Kelas

Tantangan UMKM: Solusi yang Ditawarkan Fintech Agar Bisa Naik Kelas

Kemanapun kaki melangkah, pasti kita bisa menemukan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) ada di sekitar kita. Mulai dari usaha kuliner, oleh-oleh, pakaian, skincare, dan sebagainya. 

Gimana nggak, jumlah UMKM di Indonesia mencapai hingga 65,4 juta, jadi nggak heran kalau dimana-mana kita bisa menemukan mereka dengan mudahnya. Sektor UMKM juga menjadi penyumbang terbesar PDB (Produk Domestik Bruto) yang mampu menyerap sekitar 56% tenaga kerja Indonesia.   

Meski kontribusinya sangat besar terhadap perekonomian nasional, namun para pelakunya masih harus menghadapi sejumlah tantangan. Apa saja tantangan UMKM dan solusi efektif untuk mengatasinya agar mereka bisa naik kelas? Yuk, simak pembahasannya melalui Treepod eps. 24: Teknologi yang Bikin UMKM Naik Kelas dan ulasan di bawah ini!

Tantangan UMKM di Indonesia

Begitu banyak jumlah UMKM di Indonesia, namun diiringi oleh banyaknya permasalahan yang masih harus mereka hadapi. Permasalahan tersebut tentu membawa dampak pada perkembangan UMKM itu sendiri. Kira-kira apa saja tantangan yang dihadapi UMKM di Indonesia?  

Akses ke permodalan

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh DSInnovate ke 1.500 pemilik UMKM di Indonesia, sebanyak 51,2% mengaku masih kesulitan mengakses permodalan. Hasil survei Bank Indonesia MSME Empowerment Report 2022 juga menyebut, 69,5% UMKM belum menerima pinjaman modal kerja untuk usaha mereka.

Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Ya, penyebabnya banyak hal, seperti minimnya literasi keuangan para pelaku bisnis. Lalu, keterbatasan mereka memiliki jaminan berupa aset fisik ketika harus mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan konvensional seperti perbankan atau multifinance. Ditambah lagi, transaksi yang serba manual membuat mereka tidak memiliki laporan keuangan yang lengkap, sehingga sulit bagi pemberi pinjaman untuk melakukan assessment atas kelayakan bisnis si penerima pinjaman.  

Belum lagi, keharusan pemilik UMKM untuk datang langsung ke bank, menyiapkan dokumen pengajuan pinjaman yang punya banyak syarat, membuat proses kredit pinjaman jadi lebih rumit dan lama.

Baca juga: Inovasi Keuangan di ASEAN: Peran Teknologi dalam Meningkatkan Layanan Keuangan

Tingkat adopsi teknologi yang masih rendah

Indonesia sebagai negara berkembang masih terkendala soal infrastruktur digital yang memadai. Banyak wilayah di pedesaan masih belum terjamah oleh akses konektivitas internet. Sehingga sulit bagi mereka untuk mengikuti perkembangan digital, apalagi mengadopsinya ke bisnis mereka. 

Tak hanya koneksi internet, perangkat keras (gadget) yang layak seperti smartphone dan laptop, masih dianggap sebagai barang mewah dan tidak mereka prioritaskan. Dampaknya, adopsi terhadap teknologi digital tidak bertumbuh, dan bisnis UMKM cenderung jalan di tempat. 

Bahkan, dari total 65,4 juta UMKM di Indonesia, baru 30% dari mereka yang mengadopsi penggunaan teknologi dalam operasional bisnisnya sehari-hari. Yang mana gap ini harus diminimalisasi, agar proses bisnis UMKM jadi lebih simpel, dapat berkembang, dan mampu beradaptasi.

Keterampilan dan pengetahuan digital yang masih kurang 

Kurangnya keterampilan dan pengetahuan digital di kalangan pemilik UMKM dan karyawan, terutama di wilayah pedesaan juga menjadi tantangan. Kenapa? Ya, mereka jadi sulit untuk memanfaatkan teknologi secara efektif dan efisien. 

Padahal dengan keterampilan dan pengetahuan digital yang cukup, dapat membantu mereka dalam hal pemasaran digital dengan target audiens yang lebih luas, memperlebar sayap ke bisnis online, dan bisa bersaing dengan perusahaan besar. 

Saat ini, bisnis UMKM bahkan yang baru buka pun, punya kedudukan yang sama dengan bisnis yang sudah lebih besar atau lebih lama berdirinya berkat teknologi digital. Tinggal mereka yang mau beradaptasi, yang bisa paling sustain secara jangka panjang.

Pemanfaatan teknologi digital sebagai solusi dari tantangan UMKM

Teknologi digital hadir untuk memberi solusi dari permasalahan yang dihadapi UMKM hingga kini. Apa saja bentuk teknologi digital tersebut?

Fintech lending dapat mempermudah akses permodalan

Peer-to-peer lending atau P2P lending atau fintech lending mempertemukan pihak Lender yang memiliki dana nganggur untuk disalurkan kepada Borrower (pemilik UMKM) yang membutuhkan modal kerja. Fintech lending yang termasuk dalam produk financial technology (fintech), memanfaatkan teknologi dan internet untuk bisa diakses, baik oleh Lender maupun Borrower

Proses pengajuan pinjaman oleh Borrower dilakukan secara online, dokumen persyaratan yang lebih sederhana, proses assessment yang lebih cepat, dan tidak membutuhkan jaminan berupa aset fisik. Tentu ini dapat menjawab tantangan dari terbatasnya akses permodalan yang dialami UMKM. 

Salah satu perusahaan fintech lending yang resmi berizin dan diawasi OJK adalah Investree. Pelaku UMKM wajib selektif dalam memilih platform fintech lending yang terpercaya, demi memperoleh akses permodalan yang aman sehingga lebih tepat guna.    

Penandatanganan dokumen kredit jadi lebih mudah

Adopsi teknologi digital yang masih rendah, juga menunjukkan masih banyak masyarakat Indonesia yang belum melek literasi digital. Sehingga tidak menyadari akan pentingnya proteksi data pribadi. Yang dengan gampangnya, mengizinkan orang lain menggunakan identitasnya untuk mengajukan kredit. Padahal secara jangka panjang, hal tersebut dapat merugikan. 

Karena itu, hadirlah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE) seperti Privy yang dapat melakukan proses identifikasi dan verifikasi (e-KYC) atas dokumen pengajuan kredit di platform fintech lending. Tak hanya itu, pengguna layanan fintech lending juga bisa melakukan tanda tangan elektronik secara online, dari mana saja dan kapan saja. Sehingga proses pengajuan kredit, assessment, hingga pencairan tidak membutuhkan waktu lama.

Ada kontribusi berkelanjutan terhadap UMKM

Kemudahan akses permodalan dapat membantu UMKM untuk berkembang, dan adopsi teknologi digital mampu mendorong UMKM untuk naik kelas. Secara jangka panjang, dapat menambah pendapatan UMKM sehingga kontribusinya terhadap perekonomian nasional tetap positif.

Baca juga: 7 Cara Mengembangkan Bisnis yang Sudah Ada

Sebut saja Investree, sejak berdiri hingga sekarang, total penyaluran pendanaan ke UMKM sudah mencapai Rp21,8 triliun.

Penyaluran pinjaman modal tersebut tidak hanya menyasar bisnis skala kecil dan menengah, namun juga skala mikro. Seperti pelaku budidaya ikan, pemilik toko kelontong atau warung makan, juga sudah tersentuh oleh pembiayaan dari Investree. Sehingga mereka, kelompok yang paling sulit mendapatkan akses permodalan pun tak perlu khawatir lagi.  

Kolaborasi antara Investree dan Privy

Investree berkolaborasi dengan Privy sejak tahun 2020, yang mana kolaborasi ini sangat membantu proses kredit antara Lender dan Borrower. Terutama dalam hal screening dan verifikasi dokumen. Sebagai contoh, pengecekan data pribadi lender dengan data yang ada di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mengurangi risiko terjadinya penyalahgunaan data pribadi.   

Sedangkan dari sisi Borrower, Privy sangat membantu dalam proses penandatanganan perjanjian kredit (agreement) yang bisa dilakukan oleh Borrower secara online, tanpa harus datang ke kantor Investree. Selain itu, Privy juga bantu mengecek keaslian tanda tangan serta dokumen dari pihak Borrower. Sehingga Investree bisa fokus melakukan assessment kelayakan pinjaman dan proses kredit lainnya.    

Semuanya serba cepat dan mudah, apalagi kalau bukan karena bantuan teknologi. Tantangan UMKM selama ini, bisa dipecahkan oleh kehadiran fintech seperti Investree dan Privy. Yuk, gabung bersama ekosistem kami di sini!