Risk Capacity vs. Risk Tolerance: Mengapa Keduanya Sama Penting dalam Pengelolaan Investasi Anda?

Risk Capacity vs Risk Tolerance: Mengapa Keduanya Sama Penting dalam Pengelolaan Investasi Anda?

Investasi dilakukan harus dengan perhitungan. Terkadang menggunakan feeling saja tak selamanya benar. Apalagi hanya sekedar ikut-ikutan, bisa bahaya. Anda sebagai investor sebaiknya mengetahui risk capacity (kapasitas risiko) dan risk tolerance (toleransi risiko) masing-masing agar dapat berinvestasi dengan aman dan nyaman serta makin #PintarKelolaUang.

Mengenal apa itu risk capacity? 

Risk capacity atau kapasitas risiko adalah tingkat kemampuan seseorang dalam menerima besar/kecilnya risiko finansial ketika berinvestasi. Kapasitas risiko seseorang sangat berkaitan dengan sumber daya (pendapatan), usia, dan tujuan investasi yang ingin dicapai.

Sebagai contoh, Pak Arul adalah pegawai BUMN yang memperoleh gaji tetap setiap bulan. Usianya 35 tahun dan dia ingin berinvestasi untuk tujuan dana pensiun di umur 60 tahun. Pak Arul menghabiskan 70% gaji per bulan untuk kebutuhan hidup, tabungan dana darurat dan pendidikan anak, serta membayar utang. Lalu, 30% dari gajinya adalah uang dingin yang dipakai untuk berinvestasi. 

Adalagi Pak Somat. Dia adalah pengusaha yang memiliki penghasilan tidak tetap setiap bulan. Pak Somat berusia 35 tahun dan ingin berinvestasi juga untuk tujuan dana pensiun di usia 60 tahun. Hanya saja, dia berinvestasi dari keuntungan usaha, di mana bisnisnya sendiri juga belum stabil. Sehingga Pak Somat harus memilih investasi dengan likuiditas tinggi bila sewaktu-waktu butuh uang tunai untuk menutupi kerugian usaha.

Dari kedua contoh investor di atas, terlihat bahwa kapasitas risiko yang dimiliki Pak Arul lebih besar dari Pak Somat. Pak Arul lebih tidak masalah untuk memilih instrumen investasi dengan tingkat risiko tinggi dan likuiditas rendah. Sedangkan Pak Somat, punya risk capacity yang lebih rendah sehingga tidak disarankan untuk memilih instrumen investasi yang sama dengan Pak Arul.      

Baca juga: Wajib Tau! Istilah Umum untuk Kamu yang Ingin Memulai Investasi

Cara menentukan risk capacity  

Berikut beberapa cara untuk memastikan bahwa Anda memiliki kapasitas risiko yang cukup, yaitu:

Identifikasi tujuan keuangan

Ketika berinvestasi, sebaiknya Anda punya tujuan keuangan yang jelas. Misal, berinvestasi untuk mengumpulkan dana pensiun, biaya pendidikan anak, beli rumah baru, atau lainnya. Tujuan keuangan juga membantu Anda untuk menentukan jangka waktu investasi. 

Nah, ketika sudah menetapkan tujuan dan jangka waktu, hitung dana yang bisa dialokasikan dari pendapatan setiap bulan untuk investasi, tentu di luar dana tabungan dan untuk membayar utang. Dari situ akan terlihat risk capacity yang Anda miliki.    

Ukur imbal hasil yang diharapkan

Anda juga perlu mengukur tingkat imbal hasil yang diharapkan dari investasi yang dilakukan. Karena bagaimana pun, imbal hasil yang tinggi selaras dengan risiko yang juga besar. Ketika Anda menginginkan imbal hasil yang besar, persiapkan diri untuk juga bisa menanggung risiko (risk capacity) yang tinggi.  

Melakukan analisis historis

Anda perlu melakukan analisis terhadap data historis dari instrumen investasi yang akan dipilih. Kenapa? Ya, dengan Anda mendapat informasi tentang seberapa sering sebuah investasi bisa memberi imbal hasil positif atau negatif, akan menentukan tingkat kapasitas risiko dengan lebih sesuai.   

Mengenal apa itu risk tolerance? 

Risk tolerance atau toleransi risiko adalah tingkat risiko yang nyaman (willingness) untuk diambil atau ditanggung oleh investor. Masing-masing investor punya tingkat toleransi risiko yang berbeda. Seorang financial planner biasanya akan memberi beberapa pertanyaan (kuesioner) seputar kesiapan kita melakukan investasi dan menghadapi risiko untuk menentukan risk tolerance.  

Ada investor yang punya tingkat toleransi risiko yang tinggi, dan masih dapat tidur nyenyak meski investasinya rugi hingga 30% atau 40%. Ada juga investor yang langsung stres bila investasinya rugi walau hanya 10% atau 20%. 

Nah, risk tolerance sendiri dipengaruhi oleh faktor kepribadian (personality), kepercayaan (belief), dan pengalaman berinvestasi (experience)

Tolak ukur risk tolerance investor  

Ada beberapa faktor yang menjadi tolak ukur penentuan tingkat toleransi risiko seorang investor, yaitu:

Kepribadian (personality)

Investor yang cenderung menyukai tantangan, berani bertaruh pada sesuatu yang besar, dikategorikan sebagai pribadi yang agresif. Sehingga berpengaruh pada tingkat toleransi risiko yang lebih tinggi. Sedangkan, personal investor yang lebih suka main aman, mencintai kestabilan, dan tidak suka mencoba hal baru, punya toleransi risiko yang lebih rendah.

Kepercayaan (belief)

Kepercayaan maksudnya adalah tingkat keyakinan investor terhadap produk investasi tertentu. Terkadang investor lebih yakin dengan produk saham karena untuk tujuan jangka panjang. Ada juga investor yang lebih percaya pada instrumen investasi tertentu karena sudah melakukan riset mendalam.

Pengalaman berinvestasi (experience)   

Investor yang punya pengalaman berinvestasi dengan investor pemula, cenderung punya tingkat toleransi risiko yang berbeda. Pengalaman sangat berharga dalam investasi karena Anda bisa tahu bagaimana kinerja suatu instrumen dan cara untuk meminimalisir risikonya. Sehingga tak takut pada risiko investasi, serta punya risk tolerance yang lebih tinggi.  

Korelasi antara risk capacity dan risk tolerance

Antara risk capacity dan risk tolerance punya korelasi yang saling mempengaruhi. Toleransi risiko ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat kenyamanan Anda menanggung risiko, namun juga dipengaruhi oleh usia, tujuan keuangan, timeline, dan pendapatan (sebagai kapasitas risiko).

Kegunaan dari toleransi risiko adalah untuk mengukur tingkat risiko yang bersedia diambil investor (agresif/moderat/konservatif). Sedangkan, kapasitas risiko digunakan untuk mengidentifikasi jumlah risiko yang dapat Anda tanggung sebagai investor. 

Sehingga keduanya memiliki korelasi. Misal, Anda mungkin tidak masalah dengan pilihan portofolio investasi yang agresif dan berisiko tinggi. Namun, timeline untuk mencapai tujuan keuangan tergolong singkat, sehingga bila seluruh dana investasi diletakkan pada saham yang terlalu fluktuatif tentu tidak tepat. 

Baca juga: Investasi Jangka Panjang vs. Jangka Pendek: Mana yang Lebih Baik?

Contoh lainnya, ketika Anda baru saja memulai karir (usia 20-an tahun) dan ingin berinvestasi untuk dana pensiun pada usia 60 tahun. Tapi, penghasilan Anda masih rendah, tidak memiliki tabungan, dan belum punya pengalaman investasi. Meski begitu, pribadi Anda cenderung agresif. 

Nah, menurut thebalancemoney.com, kurang tepat rasanya bila Anda langsung berinvestasi di saham karena pendapatan dan nilai tabungan Anda masih rendah. Dikhawatirkan Anda tidak bisa menghadapi penurunan harga saham yang parah. Apalagi bila Anda tidak melakukan diversifikasi. 

Akan lebih bijak bila Anda menaruh dana investasi maksimal 20% di saham, dan selebihnya memilih instrumen obligasi atau reksa dana pendapatan tetap.     

Manfaat risk capacity dan risk tolerance saat berinvestasi

Antara risk capacity dan risk tolerance, keduanya penting untuk mengelola portofolio investasi Anda. Kenapa?

Meminimalisir risiko investasi

Saat tahu tingkat toleransi Anda terhadap risiko dan jumlah risiko yang dapat ditanggung, Anda dapat memilih instrumen investasi dengan lebih bijak. Dengan begitu, risiko investasi bisa diminimalisir dan lebih mudah bagi Anda untuk mencapai tujuan keuangan. 

Jadi bisa dibilang, risk capacity dan risk tolerance menjadi salah satu alat mitigasi risiko yang bisa dilakukan investor sebelum berinvestasi untuk mengurangi risiko investasi.   

Jadi tahu cara mengendalikan risiko investasi 

Ketika Anda memiliki tingkat toleransi risiko yang tinggi, namun tidak sejalan dengan risk capacity yang dimiliki, Anda bisa mengontrol risiko investasi dengan mencari titik temu antara keduanya yang seimbang. 

Jangan hanya memaksakan salah satunya, dan berujung jadi traumatic berinvestasi. Sesuaikan antara tingkat toleransi risiko dengan jumlah risiko yang bisa Anda tanggung untuk dapat mengendalikan risiko kerugian dan berinvestasi dengan cerdas.   

Memberi rasa aman dan nyaman ketika berinvestasi

Risk capacity dan risk tolerance yang seimbang membuat Anda bisa berinvestasi dengan nyaman, tanpa takut kehilangan. Sehingga penting untuk mengetahui dulu tingkat toleransi risiko dan kapasitas risiko Anda sebagai investor sebelum akhirnya memilih suatu produk investasi. 

Tujuan investasi tercapai sesuai timeline, dan Anda tidak dihantui oleh bayang-bayang defisit dari investasi yang dilakukan.  

Memaksimalkan kinerja portofolio investasi

Sudah pasti bila pemilihan portofolio investasi dilakukan dengan tepat, sesuai risk capacity dan risk tolerance, potensi cuan yang bisa Anda peroleh jadi lebih maksimal. Sehingga bila Anda sudah mengukur risk capacity dan risk tolerance yang dimiliki, sebaiknya jangan tunda lagi untuk berinvestasi.

Selain produk investasi seperti saham, obligasi, reksa dana, Anda juga bisa melakukan pendanaan pada UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Indonesia yang membutuhkan modal kerja. Pilih proyek pendanaan yang sesuai dengan kapasitas dan toleransi risiko Anda agar dapat cuan berlebih serta semakin #PintarKelolaUang. Yuk, danai sekarang dengan gabung bersama Investree di sini!  

Referensi:

Fredy Sumendap. 3 April 2022. Pentingnya Mengetahui Kapasitas Risiko Diri Kita. Indopremier.com: https://bit.ly/3Qj4VwV

Barclay Palmer. 31 Agustus 2021. What Is the Difference Between Risk Tolerance and Risk Capacity?. Investopedia.com: https://bit.ly/3DKP2HP