Catat! Ini Perbedaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah!

Di saat perusahaan besar kewalahan menata kegiatan bisnisnya pada era krisis moneter, usaha skala kecil dan menengah justru mampu bertahan di tengah badai krisis. Hal ini disebabkan karena para pelaku usaha kecil dan menengah tidak bergantung pada modal besar dan pinjaman serta tidak menggunakan mata uang asing dalam kegiatan bisnisnya. Sebab, hal tersebut paling rentan saat terjadi krisis moneter.

Hingga hari ini, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau yang biasa dikenal dengan UMKM masih memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Bahkan ketika pandemi COVID-19 melanda, UMKM sukses menjadi bagian dari kebangkitan perekonomian nasional. Jika Anda ingin memulai sebuah usaha, yuk simak penjelasan mengenai klasifikasi UMKM berikut ini agar Anda tidak salah saat berbisnis.

Klasifikasi UMKM di Indonesia

Dikutip dari CNN Indonesia, data yang diperoleh dari Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (KUKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. Selain itu, daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha. Sementara itu kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1%, dan sisanya yaitu 38,9% disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya sebesar 5.550 atau 0,01% dari jumlah pelaku usaha.

UMKM tersebut didominasi oleh pelaku usaha mikro yang berjumlah 98,68% dengan daya serap tenaga kerja sekitar 89%. Sementara itu sumbangan usaha mikro terhadap PDB hanya sekitar 37,8%.

Dari data di atas, Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi nasional yang kuat karena jumlah UMKM terutama usaha mikro yang sangat banyak dan daya serap tenaga kerja sangat besar. Pemerintah dan pelaku usaha harus menaikkan ‘kelas’ usaha mikro menjadi usaha menengah. 

Baca juga: Dorong Transformasi Digital, Investree dan Dagangan Berkolaborasi Ajak UMKM Tradisional Naik Kelas

UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM memberikan pengertian dan klasifikasi berdasarkan aset dan omset tiap skala usaha sebagai berikut:

  1. Usaha Mikro

Usaha mikro memiliki kriteria hasil penjualan atau omset maksimal 300 juta rupiah dengan aset maksimal 50 juta rupiah. Aset ini tidak termasuk bangunan tempat berdagang ataupun tanah. Jenis barang/komoditi tidak tetap sewaktu-waktu dapat berganti. Usaha ini biasanya memiliki pegawai 1-5 orang.

Usaha mikro memiliki tempat usaha yang dapat berpindah sewaktu-waktu. Selain itu, tidak memiliki organisasi administrasi keuangan yang baik sehingga masih menyatukan rekening pribadi dan bisnis. Pengusaha atau pekerja belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai. Hal ini dikarenakan belum mendapat pelatihan serta tingkat pendidikan rata-rata relatif rendah.

Biasanya para pelaku usaha mikro belum memiliki akses kepada dunia perbankan, namun sebagian sudah akses ke lembaga keuangan non bank (LKNB) dan belum memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. Contoh: pedagang kaki lima, pedagang di pasar.

  1. Usaha Kecil

Usaha kecil memiliki kriteria hasil penjualan atau omset lebih dari 300 juta rupiah hingga 2,5 milyar rupiah dengan aset lebih dari 50 juta rupiah hingga 500 juta rupiah. Pekerja yang bekerja di usaha kecil biasanya 5 hingga 19 orang. Jenis barang/komoditi umumnya sudah tetap tidak gampang berubah.

Tempat berjualan para pelaku usaha kecil umumnya sudah menetap. Selain itu, mereka biasanya juga sudah melakukan pengadministrasian kegiatan bisnis dengan memisahkan rekening pribadi dan bisnis. Umumnya, pelaku usaha kecil sudah pernah melakukan perdagangan.

Baca juga: BPR Supra ‘Nekat’ Jadi Lender Investree Demi Berdayakan Banyak UKM

Walaupun sudah memiliki akses pada lembaga perbankan dan lembaga keuangan non bank, biasanya pelaku usaha mikro belum membuat manajemen usaha dengan baik. Pelaku usaha kecil contohnya adalah pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya.

  1. Usaha Menengah

Usaha kecil memiliki kriteria hasil penjualan atau omset lebih dari 2,5 milyar rupiah hingga 50 milyar rupiah dengan aset lebih dari 500 juta rupiah hingga 10 milyar rupiah. Pekerja yang bekerja di usaha kecil biasanya 20 hingga 99 orang.

Usaha menengah sudah memiliki manajemen bisnis yang lebih baik serta manajemen keuangan lebih tertata. Memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi.

Dalam melakukan bisnis, pelaku usaha menengah menerapkan pengelolaan perburuhan dan memiliki akses kepada sumber pendanaan. Pekerja yang bekerja pada usaha menengah umumnya sudah mendapatkan pelatihan ataupun pendidikan. Contoh: usaha pertambangan batu gunung untuk kontruksi dan marmer buatan.

Itulah perbedaan usaha mikro, kecil, dan menengah. Dalam berbisnis, ikutilah aturan pemerintah yang berlaku, sehingga akan memudahkan Anda mendapatkan bantuan modal agar usaha Anda ‘naik kelas’. Ingin mendapatkan tambahan modal bisnis? Yuk daftar di Investree sekarang! Naikkan omzet, lancarkan cashflow bisnis Anda dengan mengajukan pinjaman bisnis di Investree. Marjin mulai 1% per bulan, proses mudah dan transparan. Tak hanya itu, Anda pun bisa memberikan bantuan kepada para pelaku usaha dengan menjadi Lender. Nikmati imbal hasil hingga 20% p.a, proses mudah 100% online. Investree telah berizin oleh OJK.

Referensi:

https://kontrakhukum.com/article/peraturanbaruumkm

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220616172828-92-809888/19-juta-pelaku-umkm-masuk-ekosistem-digital-per-mei-2022