Generasi Z: Duh! Sulitnya Beli Rumah

Gen Z dikenal sebagai generasi yang cenderung mementingkan work-life-balance. Generasi ini lahir pada rentang tahun 1996 sampai 2009, usia mereka saat ini adalah 13-26 tahun. Generasi Z juga diprediksi akan kesulitan untuk membeli rumah. Kenapa, ya? Apa karena keseringan beli kopi, nonton konser, job hopping, dan jarang menabung? Eitss, jangan salah, itu sebenarnya hanya sekedar stereotip, lho! Dan tidak semua Gen Z termasuk dalam stereotip itu. Ternyata, ada permasalahan yang lebih mengakar lagi. 

Potensi Penyebab Gen Z Sulit Beli Rumah

Disebutkan dalam Kompas, bahwa di Indonesia, 66% karyawan ingin bekerja secara remote, karena melihat kemacetan, jauhnya jarak lokasi, dan waktu menempuh perjalanannya. Selain hal-hal ini, berikut adalah potensi penyebab Gen Z kesulitan untuk membeli rumah.

  • Peluang Kerja

Karakteristik Gen Z cenderung untuk bekerja di tempat yang sesuai dengan keinginannya, seperti kesesuaian dari nilai pun prinsip mereka. Pentingnya menjaga keseimbangan dan fleksibilitas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Maka dari itu, perusahaan yang menawarkan work from anywhere (WFA), sangat laku dan dicari oleh Gen Z. Mereka bisa bekerja di mana saja ataupun di coffee shop.

Tidak jarang juga, para Gen Z yang sudah mulai aktif mencari atau mulai bekerja, kebanyakan status kerja mereka adalah kontrak, perusahaan juga banyak yang memilih untuk mempekerjakan SDM dari outsourcing. Pegawai-pegawai dengan status kontrak dan outsourcing ini lebih rentan untuk terkena PHK.

Hal-hal di atas berpengaruh untuk membeli rumah karena jika tidak membeli rumah dengan tunai atau bisa langsung membayar dan memilih untuk menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), salah satu syarat untuk mengajukannya yaitu mempunyai penghasilan dan pekerjaan tetap. 

Perihal ini, Gen Z bisa mulai menimbang-nimbang untung dan rugi jika ingin selalu mengikuti kenyamanan dalam hal bekerja. Apakah dengan mengikuti keinginan WFA dan fleksibilitas sesuai dengan harapan akan membantu mereka mendapatkan pekerjaan full time atau tidak.

  • Inflasi

Semakin lama, kenaikan harga rumah semakin meningkat dan tidak sebanding dengan pendapatan, karena kenaikan harga rumah lebih cepat dari peningkatan gaji. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yakni terdapat perkembangan harga properti pada pasar primer di triwulan I tahun 2023 meningkat terbatas. Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada triwulan I 2023 adalah 1,79% year-on-year (yoy). Sedangkan pada triwulan II 2023, peningkatan IHPR-nya sebesar 1,92% (yoy).

Melihat harga properti yang kian naik setiap tahunnya, bisa semakin mengancam Gen Z untuk semakin kesulitan membeli rumah. Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan Gen Z, seperti pertama memeriksa kemampuan finansial (pemasukan dan pengeluaran). Kedua, membuat anggaran agar bisa semakin fokus dan bijak dalam mengatur pengeluaran. Ketiga, mulai berinvestasi, namun perlu diperhatikan lagi profil risiko Anda, harus memilih instrumen investasi yang tepat.

  • Sandwich Generation 

Sandwich generation, kenapa sebuah generasi dilambangkan seperti roti lapis? Jadi, sandwich generation diartikan sebagai individu (muda atau paruh baya) yang mendapatkan tekanan untuk mendukung/membiayai finansial orang tuanya yang telah menua, di sisi lain harus membiayai kebutuhan pribadi dan anak-anaknya. 

Generasi Z: Duh! Sulitnya Beli Rumah
Diibaratkan seperti sandwich yang berlapis-lapis, sandwich generation diposisikan dalam lapisan tersebut. Lapisan ini diartikan kalau sandwich-gen harus membiayai generasi di atas (orang tua) pun di bawahnya (kebutuhan anak), mereka yang berada dalam situasi ini terhimpit karena diharuskan untuk membiayai orang lain, mempunyai lebih dari satu tanggungan.

Beberapa hal yang menyebabkan munculnya sandwich generation yaitu lemahnya kemampuan finansial seperti gaya hidup konsumtif dan pengaruh ketersediaan lapangan kerja; kesulitan ketika menabung; dan adanya faktor keturunan (melanjutkan  ketergantungan generasi sebelumnya). 

Baca juga: Apa itu Generasi Sandwich dan Bagaimana Cara Memutus Mata Rantainya?

Anda bisa terbebas dari sandwich generation dengan cara meningkatkan kemampuan diri dengan cara menambah skill baru yang berguna untuk pekerjaan Anda. Lalu jika Anda memiliki kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar, manfaatkan dengan semaksimal mungkin, beberapa pekerjaan dengan penghasilan yang cukup menjanjikan datang dari dunia tech seperti Engineer, IT, dan Data Analyst. Mempunyai asuransi kesehatan, menyiapkan dana darurat, dan memiliki sumber penghasilan lain – selain pekerjaan pokok juga dapat membantu Anda. Semangat dan jangan menyerah, ya! 

  • Hedonisme

Hedonisme merupakan gaya hidup konsumtif ketika Anda membeli berbagai barang yang sebenarnya kurang atau tidak diperlukan saat itu. Contohnya seperti berbelanja dengan boros, membeli barang yang diinginkan namun sifatnya masih tersier. 

Dilansir dari Tirto, Generasi Z lebih terpapar pembayaran kredit pada platform digital, yakni paylater, di mana mereka dapat menunda pembayaran dengan cara mencicil. Katadata Insight Centre (KIC) melakukan riset pada perilaku keuangan milenial dan Gen Z, ditemukan bahwa dua generasi ini lebih banyak menjadi pengguna paylater dibandingkan dengan kartu kredit. Proporsi Gen Z yang mengalami gagal bayar dalam menggunakan paylater ternyata paling besar, jika dibandingkan dengan Generasi X dan Milenial.

Kehadiran teknologi finansial yang memudahkan kita untuk meminjam tambahan uang memang membantu banyak pihak, terlebih bisnis UMKM. Namun, perlu diwaspadai juga ketika seseorang belum sadar akan kemampuan mereka dalam mengelola, meminjam, dan mengembalikan pinjaman dana tersebut. Risiko yang paling sering dialami adalah terjerat pinjaman online (pinjol) sampai outstanding-nya (piutang) tercatat sangat tinggi, menyebabkan SLIK/BI Checking mereka terlihat kurang baik. 

Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau yang dahulunya dikenal dengan nama BI Checking, adalah catatan atau sistem informasi yang dikelola OJK untuk melihat lancar atau tidaknya riwayat debitur/lembaga dalam membayar kredit. Dilansir dari artikel OJK, SLIK memiliki ketentuan tingkatan, diantaranya:

  • Kolektibilitas 1: Lancar
    Pembayaran pokok dan bunga selalu dilakukan tepat waktu oleh debitur.
  • Kolektibilitas 2: Dalam Perhatian Khusus
    Pembayaran pokok dan bunga ditunggak debitur antara 1-90 hari.
  • Kolektibilitas 3: Kurang Lancar
    Pembayaran pokok dan bunga ditunggak debitur antara 91-120 hari.
  • Kolektibilitas 4: Diragukan
    Pembayaran pokok dan bunga ditunggak debitur antara 120-180 hari
  • Kolektibilitas 5: Macet
    Pembayaran pokok dan bunga ditunggak debitur lebih dari 180 hari.

Jika data Anda masuk dalam SLIK OJK, dampaknya yaitu bisa kesulitan mendapatkan akses kredit, baik itu dari bank maupun lembaga keuangan yang lain. Anda bisa menghindari gaya hidup hedonisme, pertama-tama dengan mengetahui kondisi keuangan, lalu belajar manajemen keuangan dan mulai mencatat pemasukan serta pengeluaran Anda. Dari sana, Anda mulai bisa menyusun skala prioritas dan mengesampingkan hal-hal yang sekiranya masih bisa ditunda untuk dibeli.

Referensi:

https://www.kompasiana.com/melisaemeraldina8876/63ca1fff4addee757a65dcf2/alasan-generasi-z-terancam-susah-punya-rumah?page=all#section2 

https://www.cnbcindonesia.com/news/20230904061406-4-468709/harga-naik-terus-milenial-gen-z-kian-susah-beli-rumah 

https://www.kuncie.com/posts/apa-itu-sandwich-generation/ 

https://tirto.id/apakah-gen-z-terlalu-boros-dalam-menggunakan-paylater-gxPn