7 Bidang Usaha yang Hasilkan Cuan Tinggi Dalam Industri Kreatif

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2018 menyebutkan, ekonomi kreatif punya kontribusi besar terhadap perekonomian nasional karena menyumbang 7,44% terhadap PDB, 14,28% tenaga kerja, dan 13,77% ekspor. Ekonomi kreatif diartikan sebagai produk/jasa yang diproduksi, yang akan diperjualbelikan oleh industri kreatif sebagai bentuk bisnis sehingga dapat terus maju dan berkembang. 

Nah, dalam industri kreatif ada banyak bidang yang punya potensi, bahkan terus menunjukkan kemajuan dari tahun ke tahun. Asia Tenggara sendiri punya potensi pasar yang besar dan sudah ada 8 juta pelaku di sektor usaha ini pada 2020. Begitu menjanjikannya, industri kreatif semakin dilirik karena dianggap menghasilkan cuan oleh para pelakunya. Apa saja bidang industri kreatif yang hasilkan cuan tinggi? Yuk, simak ulasan Investree di bawah ini!

Bidang animasi sampai pembuatan game

Dari 120 studio animasi Indonesia, tercatat mempekerjakan 5.771 tenaga kerja kreatif yang didominasi oleh generasi muda. Setidaknya ada kurang lebih 24.000 pekerja yang bergerak di sektor industri animasi. Karya animasi yang dihasilkan bisa berupa film ataupun game. Menurut Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif pada 2015 hingga 2019, industri game di Indonesia punya potensi dan sudah difasilitasi juga dengan banyak kegiatan game. Seperti diadakannya kegiatan games prime setiap tahun dan memberi kesempatan para pelaku pembuat games Indonesia untuk membuka pameran di luar negeri.

Kemenparekraf juga menyebut, kontribusi game untuk ekonomi kreatif Indonesia pada 2017 adalah 1,93% PDB dan menyerap 44.733 jumlah tenaga kerja. Jumlah pengembang game lokal terus bertambah dari tahun ke tahun karena dinilai potensi pengembangannya masih besar (ditunjang oleh jumlah penduduk produktif yang semakin banyak). Serta, masih membutuhkan lebih banyak SDM berkualitas yang siap terjun di bidang ini. 

Bidang kuliner tak pernah sepi peminat

Bidang yang satu ini sudah pasti punya potensi pasar yang besar. Siapa yang tidak butuh makan? Sudah pasti ada kebutuhan berulang yang membuat usaha kuliner selalu dicari pelanggannya. Meski saingannya juga banyak, namun jika permintaannya masih belum memenuhi, potensi cuan pun tak terhindarkan. Bisnis sebaiknya dimulai dengan sesuatu yang sudah punya market jelas. Tinggal Anda menjaga kualitas produk, mencari ciri khas sendiri, dan tak lupa berinovasi untuk membuat bisnis kuliner Anda selalu diminati. 

Apalagi bisnis di bidang ini bisa dimulai dengan modal kecil dan memanfaatkan kemampuan yang Anda punya sebagai modal. Misal, Anda jago membuat roti dan kue. Manfaatkan kemampuan itu untuk memulai bisnis bakery menggunakan dapur dan peralatan yang biasa digunakan di rumah sebagai modal awal. Seiring berjalannya waktu, bisnis akan berkembang dan Anda bisa menambah aset baru. 

Bidang fashion dengan kualitas bersaing

Saat ini banyak produk fashion lokal yang kualitasnya tak kalah saing dengan produk impor. Merek lokal terus bersaing untuk mendominasi industri fashion nasional. Sebut saja Erigo, Roughneck 1991, Leaf, merek lokal yang saat ini sedang digandrungi. Bahkan Erigo disebut-sebut menjadi salah satu merek fashion lokal terbesar di Indonesia. Pada September 2021 lalu, Erigo tampil di New York Fashion Week 2021. Rencananya pada akhir 2022, Erigo akan membuka 100 outlet di seluruh Indonesia, diikuti pembuatan aplikasi jual beli produk mereka. 

Terlepas dari potensi cuan karena selalu dibutuhkan, ada banyak saluran  berjualan yang memudahkan transaksi. Masing-masing merek juga punya kreativitas dan target pasarnya sendiri. Itu kenapa, saat Anda ingin membangun sebuah merek, Anda bisa tentukan dulu target pasar yang ingin dituju. Lalu sesuaikan model, warna, dan desain fashion yang dibutuhkan atau diinginkan oleh ceruk pasar tersebut. 

Bidang perfilman

Pandemi Covid-19 sempat memukul industri perfilman di Indonesia. Bagaimana tidak, bioskop diminta untuk berhenti beroperasi, sekalinya buka pun ada pembatasan penonton. Namun pelaku industri ini seolah tak pernah berhenti berusaha mencari jalan keluar, inovasi sebagai bentuk adaptasi harus dilakukan. Membuka peluang bisnis baru dengan menghadirkan layanan streaming berbasis platform digital dengan video on demand (VOD). Ternyata inovasi ini disambut baik oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan data statistik dari Bphn.go.id, pendapatan dari biaya berlangganan VOD melalui platform digital di Indonesia bisa mencapai USD411 juta pada 2021, dengan penetrasi pengguna sebesar 16% dan diperkirakan naik menjadi 20% pada 2025. 

Layanan ini menjadi peluang tambahan bagi industri perfilman karena dapat menjangkau pasar yang lebih luas, bahkan pasar global. Sebut saja drama serial “Layangan Putus” yang disiarkan melalui platform digital WeTV, sukses mencetak rekor ditonton 15 juta kali dalam sehari penayangan. Tak hanya menarik penonton di Indonesia, namun juga luar negeri sampai menjadi trending topic di berbagai media sosial. Tak hanya web series, film Indonesia yang tayang di bioskop seperti “KKN di Desa Penari“, menarik antusiasme masyarakat dan ditonton hampir 10 juta penonton. Ini menunjukkan produksi perfilman nasional makin pamor dan punya potensi untuk terus berkembang ke depannya. 

Bidang arsitektur

Praktisi arsitek masih sangat dibutuhkan di Indonesia. Mengingat perannya dalam hal pembangunansejalan dengan masifnya pembangunan di Indonesiadibutuhkan tenaga kerja arsitek yang lebih banyak. Ditambah adanya pembangunan Ibu Kota Negara baru yang melibatkan banyak tenaga kerja arsitek, mulai dari penyusunan konsep hingga pengawasan proses pembangunan. Proyek ini juga didukung oleh Ikatan Arsitek Indonesia. Meski begitu, jumlah arsitek di Indonesia hanya 15.000 orang. Yang mana jumlahnya masih terbilang kurang, dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 275 juta orang. Sehingga potensi di bidang ini masih bisa digali lebih dalam karena peluangnya terbuka lebar. 

Bidang musik

Tak berbeda yang terjadi di bidang perfilman, teknologi membentuk cara baru masyarakat untuk menikmati musik. Tak hanya penikmat musiknya, dalam hal pembuatannya pun jadi lebih mudah dengan kehadiran teknologi. Menikmati musik melalui Spotify atau YouTube menjadi tren baru. Apalagi saat pandemi, aktivitas konser musik harus dihentikan, mau tidak mau para pelaku seni musik menampilkan karya mereka melalui platform streaming yang dapat menjangkau lebih banyak penonton. 

Berdasarkan data IFPI dan WEF (dilansir dari Katadata.co.id), layanan streaming musik secara global mampu meraup Rp125,5 triliun pada 2019, dan nilainya terus naik dari tahun ke tahun. Cakupan bidang ini juga luas. Seperti profesi sound design (penata suara) yang tak kalah tinggi kebutuhannya. Tidak hanya untuk kebutuhan pembuatan musik, tapi juga film, iklan, hingga pertunjukkan seni, membutuhkan seorang penata suara. Ini bisa menjadi inspirasi dan peluang bisnis menjanjikan karena para pelakunya masih tergolong minim.

Bidang aplikasi

Penetrasi internet dan smartphone yang terus meningkat di Indonesia, terlebih saat masa pandemi, membuat bisnis di bidang ini makin diminati. Tahun 2021 ditetapkan sebagai Tahun Ekonomi Kreatif untuk Pembangunan Berkelanjutan oleh PBB atas inisiasi Indonesia. Hal ini sejalan dengan semakin banyaknya aplikasi buatan lokal. Mengutip dari Daya.id, data pada Q1 20202021 menunjukkan, Indonesia berada di posisi ketiga untuk negara dengan unduhan aplikasi terbanyak di Google Play. Lalu, 48.027 dari 2.985.529 aplikasi di Google Play dibuat oleh pengembang Indonesia. Aliran pendapatan yang dihasilkan oleh aplikasi tersebut bersumber dari iklan (56%), aplikasi berbayar (5%), dan pembelian di dalam aplikasi (3%).

Diikuti juga oleh pertumbuhan perusahaan startup di Indonesia, yang sembilan di antaranya merupakan startup unicorn dan dua startup berstatus decacorn. Indonesia yang punya 275 juta penduduk, jadi pasar menjanjikan bagi bisnis di bidang aplikasi. Ini juga agar sektor industri kreatif bisa memberi sumbangsih lebih besar terhadap perekonomian nasional.

Sejalan dengan hal tersebut, Investree akan mengadakan kembali Investree Conference (i-Con) 2022 dengan tema Empowering the Grow7h of Creative Industry through Fintech & Digital Ecosystem, diadakan sebagai bentuk apresiasi kepada industri kreatif yang telah menjadi kontributor portofolio terbesar di Investree sejak awal berdiri. Mengusung konsep yang sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, sesi-sesi diskusi i-Con 2022 yang seru berfokus pada strategi kebangkitan industri kreatif di Indonesia, cara menentukan arah bisnis, dan tips menghadapi tantangan pada 2023, serta mengobarkan optimisme perkembangan industri kreatif agar bisa #GrowToge7her. i-Con 2022 juga sekaligus menjadi perayaan ulang tahun ketujuh Investree dan bagian dari Bulan Fintech Nasional 2022.

Platform: YouTube Live
Hari/Tanggal: Rabu, 14 Desember 2022
Waktu: 09.00–14.30 WIB

Yuk, registrasi, tonton semua sesinya, dan siap-siap terinspirasi! Daftar di https://investr.ee/reg-icon2022.

Referensi:

Choirul Anwar. 18 September 2021. Pahami 17 Subsektor Ekonomi Kreatif Indonesia Beserta Contohnya. Money.kompas.com:  http://bit.ly/3O4dcl1

Siaran Pers. 9 Maret 2021. Industri Kreatif dan Digital: Kembangkan Potensi, Gerakkan Ekonomi, dan Ciptakan Lapangan Kerja. Ekon.go.id: http://bit.ly/3TBd9OF

Murti Ali Lingga. 27 September 2019. Tiga Industri Kreatif yang Punya Potensi Besar di Indonesia, Apa Saja?. Money.kompas.com: http://bit.ly/3UoIKVb

Yusuf. 22 September 2021. Pemerintah Dorong Industri Film Manfaatkan Platform Digital. Kominfo.go.id: http://bit.ly/3fW5zkf

Yosepha Pusparisa. 21 Desember 2020. Wajah Baru Industri Musik di Era Digital. Katadata.co.id: http://bit.ly/3GaLvoU

Mitra Bisnis Daya. 6 Mei 2022. Potensi Industri Aplikasi di Indonesia. Daya.id: http://bit.ly/3NZuMGO 

Humas dan Protokol BPHN. 20 Oktober 2021. Industri Perfilman: Potensi Tinggi, Minim Perlindungan Hukum. Bphn.go.id: http://bit.ly/3E1Zqee