Apa Tantangan yang Dihadapi Pebisnis Saat Pandemi? Yuk, Cek Fakta Berikut!

Tak sepele, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Kenapa? UMKM memberi kontribusi sebesar 61,07% pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Tak hanya itu, UMKM juga telah membuka lapangan pekerjaan kepada 97% angkatan kerja di tahun 2018. Tapi sayang, badai pandemi membuat UMKM paling terkena imbasnya. Hasil riset Kajian Kebijakan Penanggulangan Dampak COVID-19 terhadap UMKM oleh Bappenas tahun 2020, menunjukkan adanya tantangan yang harus mereka hadapi, seperti berkurangnya nilai transaksi, kesulitan dalam distribusi hasil produk dan mendapatkan bahan mentah produksi, yang mana mengurangi kemampuan UMKM membayar biaya operasional sampai harus mengurangi jumlah pekerjanya.

Untuk mencari tahu kebenarannya, lembaga riset independen terkemuka Tenggara Strategics melakukan penelitian di lapangan dengan mensurvei 275 Borrower Investree (Studi Kasus Investree) di seluruh Indonesia agar bisa mengetahui tantangan apa saja yang dihadapi para pebisnis tersebut selama pandemi. Nah, berikut fakta-faktanya di lapangan! 

Kekurangan pembeli

Dalam survei kali ini melibatkan responden yang paling banyak merupakan pemilik usaha mikro seperti Ibu Karin yang berjualan lotek dan jus buah. Dia mengaku harus menghadapi kenyataan pembelinya berkurang drastis karena semakin sedikit orang yang pergi ke luar rumah untuk membeli makan. Akibatnya, biaya modal untuk membeli bahan baku dan peralatan masak lainnya menjadi semakin tipis, bahkan tidak ada. Sebagai solusi, dia pun mengajukan pinjaman ke Investree agar bisnisnya tetap berjalan dan tidak berhenti di tengah jalan. Diperkuat oleh data yang dilansir dari Tempo.com, akibat dari pandemi, 40% UMKM di Indonesia mengalami gulung tikar pada pertengahan 2020 karena arus kas yang terganggu dan kurangnya modal usaha. 

Tantangan berat ini tak hanya dialami oleh Ibu Karin. Bisnis skala menengah seperti perusahaan konstruksi PT Holin Indo Persada yang biasa mengerjakan proyek tender, terpaksa juga harus menarik kembali proyeknya selama pandemi. Ini mengakibatkan perusahaan alami kerugian uang dan juga pendapatan. Akhirnya pinjaman modal jadi solusi agar perusahaan itu tetap bisa mengerjakan berbagai proyek yang dimenangkan.

Merumahkan para pekerjanya

Berdasarkan hasil survei Tenggara Strategics, 29% bisnis skala kecil dan 22% skala menengah terpaksa harus memberhentikan pekerjanya saat pandemi melanda. Sejalan dengan itu, CNN Indonesia juga melansir data yang menyebut 7 juta pekerja UMKM harus kehilangan pekerjaannya di masa pandemi. Ini terjadi karena transaksi bisnis yang terganggu dan menyebabkan masalah keuangan yang mempengaruhi bisnis mereka. Seperti PT FIS Sejahtera yang sangat concern dengan gaji karyawan, tidak ingin bisnis yang sedang sulit ini berdampak pada para pekerjanya. Sehingga untuk membalikkan keadaan, pinjaman modal pun jadi solusi. Para responden lain yang merupakan pengusaha di segmen kecil dan menengah pun mengaku, masing-masing dari mereka bisa menciptakan atau menambah 1.407 dan 1.175 lapangan kerja, serta mencegah PHK pegawai selama pandemi berkat akses permodalan yang diperoleh. 

Biaya operasional terasa memberatkan

Rantai pasokan yang terganggu dan proses pembayaran yang tertunda membuat tersendatnya arus kas dan mengganggu keseluruhan operasi bisnis. Padahal para pemilik bisnis harus tetap membayar biaya operasional secara rutin. Akibatnya, menurut hasil riset Bappenas, UMKM di masa pandemi harus berjuang keras membayar biaya operasional rutin seperti untuk tagihan sewa tempat, listrik, sampai gaji karyawan. Nah, untuk menyelamatkan arus kas, mereka memanfaatkan pinjaman modal agar bisnis tetap berjalan dan gaji karyawan bisa tetap dibayarkan. Dengan begitu, akses permodalan menjadi senjata bagi mereka untuk bisa menyelamatkan bisnisnya.

Menghadapi peralihan bisnis

Tantangan dalam menjual produk karena kendala distributor dan kurangnya pembeli membuat para pebisnis harus melakukan peralihan bisnis. Mereka berusaha menilai situasi pasar dan mencari peluang yang membuat bisnis mereka tetap bisa berjalan. Menurut hasil survei Tenggara Strategics terhadap Borrower Investree, ada 14% usaha mikro, 18% usaha kecil, dan 11% usaha menengah yang melakukan peralihan industri selama pandemi. Rata-rata usaha mikro beralih ke industri makanan dan minuman, sedangkan usaha kecil dan menengah ambil kesempatan dengan beralih ke industri yang sedang berkembang saat pandemi, seperti menjual perlengkapan kesehatan dan untuk kerja atau sekolah daring. 

Seperti yang diungkapkan oleh salah satu Borrower Investree, The Lax Shop, yang produk utamanya menjual produk elektronik sebelum pandemi. Namun, untuk bisa bertahan hidup, perusahaan memutuskan menambah variasi produk seperti menjual prosesor untuk sekolah hingga barang kebutuhan sehari-hari seperti popok, susu, masker, dan lainnya. Pemiliknya menyebut harus menilai situasi pasar dan terus mencari peluang meski itu merubah main bisnisnya.

Dampak pandemi memang mengguncang perekonomian dan para pelaku bisnis di Indonesia. Meski begitu, mereka harus tetap bangkit dengan segala upaya yang bisa dilakukan. Para Borrower Investree yang menjadi responden dalam survei ini pun mengaku mereka tetap bisa mempertahankan bisnisnya hingga saat ini. Tentu dengan melakukan berbagai adaptasi, mengikuti pola perilaku konsumen di masa sekarang. Kalau mereka bisa, Anda pasti juga bisa!

Referensi:

White Paper Investree 2022. Beyond Lending: Membangun Ketahanan UMKM di Masa Pandemi COVID-19 (Studi Kasus Investree 2020 – 2021). Download di sini: https://bit.ly/3NTh9c0